Pertama tama, aku bercerita terlebih dahulu tentang latar belakangku. Dulu aku adalah seorang mahasiswa dari FISIP, sehingga masalah kritik mengkritik itu sudah hal biasa bagiku..Kritik tidak sembarang kritikan kosong, tetapi memakai logika keilmuan yang insyaAllah bisa dipertanggungjawabkan.
Kritikan ku ini tidak bertujuan untuk menghina negeriku, menjelek-jelekan seseorang, kelompok, atau kaum. Kritikan ini adalah kritikan membangun untuk negeriku yang juga akan aku gunakan untuk meningkatkan kualitasku untuk memperbaiki bangsa ini.
Kritikan ini juga sama sekali tidak bertujuan mendeskriditkan suatu kaum, golongan. Bukankah kita bersaudara satu tanah air, yang harus saling menyayangi dan saling menegur atau mengingatkan ketika saudara kita melakukan kekeliruan. Oleh karena itulah, saya ingin mengingatkan saudara-saudara saya sekaligus mengingatkan saya sendiri..
Kritikan ini berdasarkan pengalaman saya mengajar selama dua tahun pada sekolah dasar atau pendidikan pada level terendah dalam sistem pendidikan di negara kita tercinta..
Pertama, kritikan terhadap adanya kisi-kisi pada saat tes-tes akan dilakukan seperti tes tengah semester, akhir semester, ujian sekolah, UASBN, UUS dan berbagai macam tes lainya baik tertulis maupun praktek.
Menurut hemat saya, kisi-kisi justru sangat membatasi pengetahuan, ilmu atau konsep yang masuk di otak anak-anak. mereka hanya terpatri untuk belajar apa saja yang ada di kisi-kisi, tidak boleh melenceng. jika melenceng ya alamat nilainya akan rendah dan bisa dipastikan tidak bisa menjawab pertanyaan soal dengan benar.
Seperti pengalaman pada ujian sekolah tahun pelajaran 2009/2010, kemarin di tempat saya mengajar. Terjadi masalah yang berkaitan dengan penulisan kisi-kisi khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama islam. Kesalahan yang mengakibatkan anak-anak mendapatkan peluang sangat besar untuk memperoleh nilai 100.
Apakah kita bangga jika anak kita memperoleh nilai 100? tentu saja bangga bukan, tetapi apakah kita bangga jika nilai 100 yang anak kita peroleh itu hanya sebuah point bukan sebuah pencapaian ilmu yang bertambah..
Mari saya jabarkan kenapa terjadi kesalahan.
Jadi kisi-kisi pendidikan agama islam di kecamatan saya mengajar itu terlalu spesifik atau sudah berbentuk point-point seperti halnya sebuah soal. Hal inilah yang menyebabkan anak-anak begitu mudah mendapatkan nilai 100. Sebagai bukti, hampir 100 % murid di salah satu SD di kecamatan saya mengajar, seluruh siswa kelas VInya mendapatkan nilai 100. Fantastik bukan??
Contoh kisi-kisinya : Misalnya pada indikator tertulis, menuliskan bunyi ayat 2 surat al-fatihah. Nah dari indikator ini sudah sangat spesifik bahwa soalnya ya jelas ayat 2 tidak bisa yang lainnya. sehingga tentu saja guru, akan berusaha agar anak-anaknya dapat menghafal ayat 2,dengan mempedulikan ayat-ayat yang lainnya. Dengan demikian, dampak negatifnya anak-anak hanya hafal ayat ke 2, bagaimana dengan ayat2 lainnya. tentu mereka tidak akan menghafalnya karena tidak akan keluar dalam ujian..Hal ini dapat merusak anak-anak
Seharusnya yang namanya indikator soal untuk kisi-kisi yang baik adalah tidak terlalu spesifik atau bersifat umum, misalnya. siswa dapat menuliskan bunyi ayat-ayat dalam surat al-fatihah. Nah soalnya bisa ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan seterusnya. Dengan demikian, guru-guru akan menyuruh anak untuk menghafalkan memahami dan menyimak semua ayat yang ada dalam surat al-fatihah, bukan hanya salah satu saja.
Hal ini tidak hanya terjadi di pendidikan dasar, sebagaimana survei yang saya lakukan terhadap beberapa anak berpendidikan menengah ke atas. Soal soal ujian juga disusun berdasarkan kisi-kisi yang sangat spesifik.
Kata salah satu anak SMA mengatakan " Ujian Fisika anu kepenak karena seperti apa yang diajarkan guru. plek jiplek mba. cuma angkane tok sing diganti"...
eng ing eng..
Apakah seperti ini akan menambah wawasan anak terhadap masalah atau perkara? jika anak dimanjakan dengan kisi-kisi. Dan semua hanya bertarget nilai atau poin saja.
Tak heranlah kita mengetahui dan senyata-nyata tahu banyak anak jaman sekarang mendapatkan nilai-nilai ujian begitu tinggi dan menajubkan dari pada saat saya sekolah dahulu. Nilai-nilai tinggi yang mereka peroleh karena mereka sudah mengenal kisi-kisi yang diberikan oleh guru mereka. Guru mereka hanya mengajar berdasarkan kisi-kisi yang ada. dan penulisan kisi-kisi itu ditulis sangat spesifik yang sudah menunjukkan pada bentuk soalnya..
Apakah kita bangga dengan seperti ini? Hanya bangga jika anak-anak mendapatkan nilai 100? padahal pengetahuan yang mereka terima hanya itu-itu saja???
Itulah kritikan pertama saya mengenai pendidikan di negara saya tercinta..
Saya harap penggunaan kisi-kisi yang spesifik dihilangkan dan diganti dengan bentuk yang lebih baik sehingga selain bertujuan untuk meningkatkan poin juga untuk menambah ilmu anak-anak itu yang terpenting..
Semangat, mengubah pendidikan lebih bermutu!!!
Rabu, 23 Maret 2011
Kritikku untuk pendidikan di negeri ku tercinta ^_^
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar