Lingkungan (pertemanan) memang sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan jiwa seorang anak. Seorang anak diibaratkan seperti kertas putih yang masih kosong, artinya mereka belum memiliki sedikitpun ilmu jika tidak ada orang yang membimbing mereka, mereka mudah diarahkan, diombang-ambingkan oleh orang-orang yang ada disekitarnya. Oleh karena itu, agar mereka dapat berkembang sebagaimana tahap perkembangan manusia normal, mereka harus mendapatkan bekal yang baik dari orang lain terutama orang tua dan dukungan dari lingkungan yang sehat.
Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perkembanga psikis anak adalah pertemanan atau pergaulan dengan orang-orang disekitarnya, hendaknya seorang anak normalnya harus berteman dengan anak yang usianya sebaya dengan usia mereka, atau jika lebih tua tidak terlampau jauh di atas usia mereka (semisal 10 tahun di atas mereka, atau usia dewasa). Dengan demikian diharapkan akan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menggali dan mengembangkan potensi dasar mereka menjadi optimal.
Seorang anak hendaknya tidak diperbolehkan bergaul dengan orang dewasa, sebab pergaulan orang dewasa akan mempengaruhi perkembangan jiwa mereka menjadi lebih dewasa daripada usianya (dewasa dalam hal ini kebanyakan untuk hal negatif). Hal ini didasarkan pada sifat dasar seorang anak-anak yang suka meniri tingkah laku orang lain terutama orang dewasa yang mereka anggap sebagai contoh baik, mereka meniru tingkah orang dewasa tidak peduli apakah yang ditiru itu baik atau buruk. Yang mereka tahu adalah jika kata-kata keluar dari orang yang mereka anggap hebat, segani adalah baik dan bisa ditiru apalagi jika terdapat reaksi dari orang lain atas perkataan tersebut. Sebagai contoh, kita sering menemui anak-anak tanpa dosa dan dengan percaya dirinya mengucapkan kata-kata yang tidak sopan atau tidak pantas untuk dikatakan (misalnya, nama binatang (anjing, dll) ). tentu saja mereka mendapatkan kata-kata ini karena mereka pernah mendengar, melihat orang dewasa yang notabenenya sering mengucapkan kata-kata ini jika sedang marah atau kesal. Dan pada saat mengucapkan kata-kata yang tidak sopan tersebut, jika kita bertanya pada anak, mereka menjawab tidak tahu arti atau maksud yang mereka ucapkan.
Itu dari segi perbendaharaan kata anak-anak karena akibat pergaulan salah dengan orang dewasa. Akibat lebih parah dari pergaulan anak-anak dengan orang dewasa adalah meniru cara pergaulan orang dewasa dengan lawan jenisnya, mereka sering melihat orang dewasa berpacaran, berdua-duaan dengan lawan jenisnya, bermesraan atau lebih parahnya lagi adalah mereka meniru gaya bercinta atau bercinta orang dewasa (mereka bisa melihat, mendengar cerita dll). Peristiwa itu tentu saja terekam dalam otak atau pikiran anak, dan akhirnya karena sifat yang suka meniru mereka mempraktekkan apa yang mereka lihat atau dengar.
Contoh pergaulan yang salah antara anak-anak dengan orang dewasa adalah peristiwa asusila yang dilakukan oleh 5 anak SD (Im, kelas IV ; In, Kelas IV, Ar; kelas III, Jf kelas III, EW, kelas II) di Desa Kebutuh, Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga beberapa waktu yang lalu. Mereka berlima melakukan perbuatan asusila terhadap teman bermain mereka (sebut saja Bunga kelas 1 SD, dan kembang yang masih duduk di TK). Peristiwa ini benar-benar sungguh sangat memilukan, dan menyedihkan bagi perkembangan jiwa anak.
Seorang anak yang notabenenya belum akil baliq itu sudah melakukan hubungan layaknya suami istri yang sah (akil baliq adalah orang yang telah mencapai umur telah dapat mempergunakan akalnya dengan sempurna).
Terus pertanyaan yang terbesit dari kita adalah Darimanakah mereka mengetahui cara-cara melakukan hal tersebut, jika secara perkembangan biologis (atau alami) mereka masih tergolong manusia yang belum memiliki syahwat khususnya masalah sex? Ya tentu saja kita bisa prediksi jawabannya tentu dari pergaulan mereka dengan orang lain yang lebih dewasa.
Berdasarkan kasus yang terjadi di Purbalingga ini kita ketahui bahwa anak-anak SD tersebut sering menonton televisi yang sekarang kebanyakan dibumbui oleh adegan-adegan orang dewasa, dari perkataan orang dewasa yang tidak terkontrol seperti berkata bahwa hubungan badan itu enak. Nah, dari perkataan itulah kemudian karena penasaran anak-anak ingin membuktikan apakah hubungan badan itu benar-benar enak atau tidak, bahkan lebih parahnya lagi mereka bersama-sama orang dewasa menonton film porno atau melihat secara langsung temannya melakukan hubungan badan..
Sumber : Diolah dari Suara Merdeka, 20 Februari 2011
Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perkembanga psikis anak adalah pertemanan atau pergaulan dengan orang-orang disekitarnya, hendaknya seorang anak normalnya harus berteman dengan anak yang usianya sebaya dengan usia mereka, atau jika lebih tua tidak terlampau jauh di atas usia mereka (semisal 10 tahun di atas mereka, atau usia dewasa). Dengan demikian diharapkan akan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menggali dan mengembangkan potensi dasar mereka menjadi optimal.
Seorang anak hendaknya tidak diperbolehkan bergaul dengan orang dewasa, sebab pergaulan orang dewasa akan mempengaruhi perkembangan jiwa mereka menjadi lebih dewasa daripada usianya (dewasa dalam hal ini kebanyakan untuk hal negatif). Hal ini didasarkan pada sifat dasar seorang anak-anak yang suka meniri tingkah laku orang lain terutama orang dewasa yang mereka anggap sebagai contoh baik, mereka meniru tingkah orang dewasa tidak peduli apakah yang ditiru itu baik atau buruk. Yang mereka tahu adalah jika kata-kata keluar dari orang yang mereka anggap hebat, segani adalah baik dan bisa ditiru apalagi jika terdapat reaksi dari orang lain atas perkataan tersebut. Sebagai contoh, kita sering menemui anak-anak tanpa dosa dan dengan percaya dirinya mengucapkan kata-kata yang tidak sopan atau tidak pantas untuk dikatakan (misalnya, nama binatang (anjing, dll) ). tentu saja mereka mendapatkan kata-kata ini karena mereka pernah mendengar, melihat orang dewasa yang notabenenya sering mengucapkan kata-kata ini jika sedang marah atau kesal. Dan pada saat mengucapkan kata-kata yang tidak sopan tersebut, jika kita bertanya pada anak, mereka menjawab tidak tahu arti atau maksud yang mereka ucapkan.
Itu dari segi perbendaharaan kata anak-anak karena akibat pergaulan salah dengan orang dewasa. Akibat lebih parah dari pergaulan anak-anak dengan orang dewasa adalah meniru cara pergaulan orang dewasa dengan lawan jenisnya, mereka sering melihat orang dewasa berpacaran, berdua-duaan dengan lawan jenisnya, bermesraan atau lebih parahnya lagi adalah mereka meniru gaya bercinta atau bercinta orang dewasa (mereka bisa melihat, mendengar cerita dll). Peristiwa itu tentu saja terekam dalam otak atau pikiran anak, dan akhirnya karena sifat yang suka meniru mereka mempraktekkan apa yang mereka lihat atau dengar.
Contoh pergaulan yang salah antara anak-anak dengan orang dewasa adalah peristiwa asusila yang dilakukan oleh 5 anak SD (Im, kelas IV ; In, Kelas IV, Ar; kelas III, Jf kelas III, EW, kelas II) di Desa Kebutuh, Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga beberapa waktu yang lalu. Mereka berlima melakukan perbuatan asusila terhadap teman bermain mereka (sebut saja Bunga kelas 1 SD, dan kembang yang masih duduk di TK). Peristiwa ini benar-benar sungguh sangat memilukan, dan menyedihkan bagi perkembangan jiwa anak.
Seorang anak yang notabenenya belum akil baliq itu sudah melakukan hubungan layaknya suami istri yang sah (akil baliq adalah orang yang telah mencapai umur telah dapat mempergunakan akalnya dengan sempurna).
Terus pertanyaan yang terbesit dari kita adalah Darimanakah mereka mengetahui cara-cara melakukan hal tersebut, jika secara perkembangan biologis (atau alami) mereka masih tergolong manusia yang belum memiliki syahwat khususnya masalah sex? Ya tentu saja kita bisa prediksi jawabannya tentu dari pergaulan mereka dengan orang lain yang lebih dewasa.
Berdasarkan kasus yang terjadi di Purbalingga ini kita ketahui bahwa anak-anak SD tersebut sering menonton televisi yang sekarang kebanyakan dibumbui oleh adegan-adegan orang dewasa, dari perkataan orang dewasa yang tidak terkontrol seperti berkata bahwa hubungan badan itu enak. Nah, dari perkataan itulah kemudian karena penasaran anak-anak ingin membuktikan apakah hubungan badan itu benar-benar enak atau tidak, bahkan lebih parahnya lagi mereka bersama-sama orang dewasa menonton film porno atau melihat secara langsung temannya melakukan hubungan badan..
Sumber : Diolah dari Suara Merdeka, 20 Februari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar